Surabaya,warnakotawes.com
Sidang penetapan pengampuan bagi Harjanti Hudaja pada perkara permohonan Pengampuan Nomor: 108/Pdt.P/2022/PN Sby, pada 9 February 2022, berbuah perlawanan hukum dari Fransisca sebagai Penggugat.
dihadapan Majelis hakim kuasa hukum tergugat Harjanti Hudaja menerangkan saksi dari pihaknya, sedang berhalangan hadir, namun demikian saksi tersebut bersedia memberikan keterangan di bawah sumpah melalui Zoom Meeting.
Atas hal diatas, pihak Penggugat melalui, Penasehat Hukumnya, menolak atau keberatan.
” Kami berharap saksi dari pihak Tergugat bisa hadir di persidangan dan kami keberatan keterangannya disampaikan secara tertulis Yang Mulia,” ungkapnya.
Nota keberatan dari pihak Penggugat sempat menjadi perdebatan seru guna saling mempertahankan alibinya, namun pihak Tergugat keukeuh bahwa saksi yang direncanakan hadir berhalangan hadir lantaran, kesibukan rutinitas sebagai dokter kejiwaan.
Selain itu, pihak Tergugat juga menyodorkan tambahan bukti di persidangan
Mengetahui hal tersebut, pihak Penggugat menyampaikan pada agenda berikutnya, akan menghadirkan Ahli.
Hal diatas, langsung direaksi oleh pihak Tergugat, karena Penggugat mau menghadirkan saksi lagi padahal gilirannya sudah selesai.
” Kami menolak dan keberatan Yang Mulia, masa pembuktian pihak Penggugat telah usai ,” ujar Penasehat Hukum Tergugat.
Mengenai hal demikian, berharap pihak Tergugat dipersidangan berikutnya, bisa menghadirkan saksi.
Sedangkan, nota keberatan pihak Tergugat atas upaya pihak Penggugat akan menghadirkan Ahli dan kami catat sebagai pertimbangan .
Usai sidang, Penasehat Hukum pihak Penggugat saat ditemui, awak media tidak berkenan guna dimintai komentar terkait hasil sidang tersebut.
Sementara, Penasehat Hukum dari pihak Tergugat yakni, Aning Wijayanti saat ditemui mengatakan, perkara permohonan Pengampuan Nomor: 108/Pdt.P/2022/PN Sby, di Pengadian Negeri Surabaya, telah diputus pada tanggal 09 Februari 2022. Penetapan tersebut telah sesuai dengan fakta persidangan dan syarat pengajuan permohonan serta hukum acara dengan penerapan hukum yang berlaku.
Permohonan Pengampuan diajukan, Justini secara pribadi sebagai kakak kandung dikarenakan Harjanti Hudaya menderita penyakit kejiwaan.
Hal ini, menurut hasil pemeriksaan kedokteran jiwa secara kemampuan medis dan hasil pemeriksaan sidang permohonan pengampuan di Pengadilan Negeri Surabaya, memang memenuhi syarat untuk diampu oleh pihak yang kompeten menurut hukum.
Aning menambahkan, kakak kandungnya yang selama ini, merawat terampu bertindak sebagai Pemohon.
Dipersidangan yang dimaksud, kami juga mengajukan surat Visum Et Repertum, yang kami peroleh dari RSUD Dr. Soetomo.
” Surat visum ini, menjawab apa yang didalilkan oleh, Penggugat dan Ahli psikologi klinis forensik Dra. Kasandra Purtanto yang diajukan pihak Penggugat.
Ternyata, prosedur hukum dan proses hukum oleh Polda Metro Jaya dan pengampuan yang di kabulkan oleh Pengadilan Negeri Surabaya tersebut sudah sah, benar dan tidak menyalahi hukum apapun yang berlaku di Indonesia ,” terang Aning.
Lebih lanjut, Aning, membeberkan, bukti tersebut, tidak sengaja kami peroleh.
Sebagai Penasehat Hukum dari Tergugat, kami membantah keterangan dari Saksi Ahli (Clinical Forensic Psychologist) yang diajukan oleh Penguggat, karena ternyata surat bukti tersebut ada dan lengkap dengan surat lainnya.
” Bukti tersebut memang tidak diberikan kepada pihak kami, karena hanya diberikan kepada Polda Metro Jaya sebagai Pemohon dari proses semua ini.
Sudah terjawab dari sisi posita pihak Penggugat.
Pihak kami sebagai Penasehat Hukum Tergugat secara profesi telah menjalankan, dengan penuh dedikasi profesional,” jelasnya.
Masih menurut Aning, kami tidak berusaha menghubungi media untuk memberikan pengaruh saat itu.
Pihaknya juga tidak memelintir fakta persidangan, saksi kami juga mengatakan, yang sebenarnya.
” Pada intinya mari menjalankan proses hukum dengan tidak melanggar hukum dan hak orang lain ,” pesan Aning.
Selain itu, kami juga merasa aneh juga terhadap pettitum gugatan PMH dalam perkara nomor: 400/Pdt.G/2023/PN.Sby, bahwa Penggugat meminta pembatalan status Pengampuan yang diputus oleh, Pengadilan Negeri Surabaya.
“Keanehan” dirasa saat Penggugat meminta (petitum) terhadap Pengadilan Negeri Surabaya juga. Artinya, meminta pembatalan pada tingkat pengadilan yang sama.
Pihaknya, sebagai Penasehat Hukum Tergugat, menanggapi perkara tersebut, menurut saya begitulah, kalau kurang komprehensif memahami hukum yang berlaku, gugatannya jadi asal-asalan saja ,” pungkas Aning.* wj