MOJOKERTO, Warnakotanews.com – Sidang lanjutan terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang digelar ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto pada Kamis (31/7/205) dengan agenda pemeriksaan saksi oleh jaksa penuntut umum (JPU), untuk kesekian kalinya para saksi tidak hadir membuat kuasa hukum dan pihak keluarga merasa kecewa.

Dan berlinang air mata seorang Ibu Andi Febriyanto terdakwa dan istri tanpa daya, pasca di usir dari ruang sidang sang tulang punggung keluarga didakwa dugaan TPPO terhadap LC Karaoke di Hotel dan Karoke Puri Indah Mojokerto.

Tim kuasa hukum kondang yakni Adv. Rikha Permatasari, S.H,M.H.,C.Med.,C.LO bersama rekannya Adv. Titik Pujiati, SH dari kantor hukum Rikha&Partners menjelaskan bahwa dalam agenda hari ini adalah pemeriksaan saksi oleh jaksa penuntut umum dan untuk kesekian kalinya yaitu dua kali tidak hadir.

“Dan itu adalah saksi tambahan yang sebelumnya sudah dihadiri oleh 10 orang saksi. Dan disini kami cukup merasa kecewa tidak hadirnya para saksi,” Ujar Rikha Permatasari usai gelaran sidang, Kamis (31/7/25).

Sementara, Titik Sumaryanti, ibu kandung Andi Febriyanto mengungkapkan kecewa karena saksinya tidak hadir.

“Besok suruh paksa itu saksinya datang dan saya berharap sidangnya segera selesai dan bebas kepada anak saya, karena anak saya merupakan tulang punggung keluarga dan saya minta seadil-adilnya,” ungkap Titik Sumaryanti.

Senada dengan Vinka, istri Andi Febriyanto berharap semoga segera selesai dan para saksi harus diusahakan hadir biar sidang suaminya segera selesai dan dapat dibebaskan.

Kuasa hukum Rikha Permatasari juga menambahkan, Untuk dakwaan tindak pidana perdagangan orang unsurnya sudah jelas tidak terpenuhi karena disini kliennya tidak melakukan perekrutan atau eksploitasi yang dimaksud.

“Bahwa disini yang dinyatakan sebagai korban itu bukanlah korban, karena di sini mohon maaf adalah “seorang LC” yaitu memang tugas kesehariannya menjajakan dirinya, jadi tanpa adanya klien kami pun memang sudah memperjualbelikan dirinya sendiri,” terangnya.

Menurutnya, Jadi kami temukan beberapa ada penyimpangan-penyimpangan hukum juga dan penetapan penahanan terhadap klien kami juga melanggar asas hukum pidana dan hak asasi manusia terutama juga tidak objektif tidak menyeluruh dan menyimpang dari prinsip transparansi hukum.

“Terdakwa lebih layak dianggap sebagai korban eksploitasi struktural dan bukan pelaku independen tidak pidana perdagangan orang,” Ulasnya.

Disinggung terkait untuk agenda sidang berikutnya pada tanggal 14 Agustus 2025, dirinya mengharapkan selaku kuasa hukum juga menyampaikan keberatan bahwa untuk kesekian kalinya saksi tidak hadir agar semua tercapai transparansi hukum semua terbuka bahwa membuktikan bahwa kliennya memang justru yang dieksploitasi bukan mengeksploitasi dan tidak memiliki kewenangan.

“Klien kami hanya sebatas seorang pelayan atau pesuruh waiters yang tentunya tidak punya kewenangan apapun untuk memberikan peluang atau menjual para yang dimaksud korban di sini adalah para LC- LC itu,” Tegas Rikha Permatasari.

Ia menambahkan, sebagai kuasa hukum, agar kliennya untuk segera dibebaskan dan juga permasalahannya segera selesai karena adanya pengadilan ini, ia berharap majelis yang mulia juga adalah tangan Tuhan.

“Jadi kita di sini semua berharap masih ada keadilan yang akan harus ditegakkan disini seadil-adilnya dan selurus-selurusnya berdasarkan fakta persidangan, Jadi bukan berdasar dari BAP dan sesuai dakwaan jaksa karena seluruh saksi kemarin bersaksi tidak ada yang menyatakan satu orang pun bahwa klien kami memaksa atau merekrut setiap orang yang disangkakan sebagai korban. Maka disitu tidak ada niat jahat dari klien kami atau mens rea secara hukum pidana tidak terpenuhi” Tutupnya. (Hardi)

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *