
Surabaya,http://warnakotanews. com
Sidang gugatan perdata dengan. nomer perkara 429/Pdt.G/2025/PN Sby,
antara PT Lintas Cindo Bersama melawan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BN I Graha Pangeran Surabaya kembali digelar, di PN Surabaya . Selasa ,( 7 Oktober 2025 ).
Dalam fakta persidangan Penggugat menghadirkan dua saksi diantaranya Ni Ketut Santhi selaku administrasi dan gudang PT Lintas Cindo Bersama dan Mashudi selaku security gudang.
Dua saksi tersebut untuk memperjelas dugaan adanya rekayasa dalam proses lelang aset perusahaan.
dihadapan majelis hakim Rudito Surotomo saksi Mashudi menerangkan
bahwa tim Kantor Jasa Penilaian Publik atau KJPP Latief Hanif & Rekan tidak pernah datang ke lokasi objek lelang untuk melakukan appraisal.
yang datang ke lokasi hanya pihak BNI, tidak ada KJPP. ujarnya
Sedangkan Ni Ketut Santi yang merupakan kepala gudang PT Lintas Cindo Teknik (LCT) sejak 2010, satu entitas usaha yang masih terkait dengan penggugat, mengungkapkan bahwa gudang yang menjadi objek sengketa masih aktif digunakan untuk kegiatan usaha.
Artinya data appraisal mereka fiktif. Ini fatal karena bisa dikategorikan sebagai pemalsuan data,” tegas Dr. Yafeti Waruwu, SH, MH, kuasa hukum PT LCB seusai persidangan.
Yafeti membeberkan, KJPP Latief Hanif membuat laporan penilaian tertanggal 1 Maret 2024, dengan nilai pasar Rp22 miliar dan nilai likuidasi Rp15,6 miliar. Padahal, menurut saksi dan dokumen internal perusahaan, harga pasar riil mencapai Rp27 miliar.
Tahun 2020 saja, Bank BNI pernah memakai jasa KJPP Iwan Bachron yang menaksir nilai pasar Rp25 miliar dan likuidasi Rp20 miliar. Tapi anehnya, di 2024 tiba-tiba nilainya justru turun jauh jadi Rp15 miliar oleh KJPP Latief, Hanif dan Rekan yang dipakai sebagai dasar pengajuan lelang. Ini indikasi permainan harga,” ujar Yafeti geram
Ia menilai, praktik lelang yang dilakukan BNI melalui KPKNL Surabaya ini sarat perbuatan melawan hukum, karena dilakukan dengan nilai di bawah pasar dan tanpa kehadiran penilai independen di lapangan.
Dalam sidang juga terungkap fakta mengejutkan: ada calon pembeli yang serius menawar Rp21 miliar, namun pihak BNI tidak memperbolehkan transaksi itu.
Kalau sudah ada yang mau beli Rp21 miliar, kenapa tetap dijual Rp15 miliar? Ini bukan logika bisnis, tapi indikasi pengaturan pemenang lelang,” ungkap Yafeti.
Diketahui, pemenang lelang adalah Wahyudi Prasetio, melalui lelang ketiga yang digelar 20 Februari 2025. Wahyudi adalah ayah dari Aldo, pihak yang kini juga digugat karena diduga membeli tanpa itikad baik.
Dalam gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Surabaya, Lisa Anggraini, Direktur PT LCB sekaligus ahli waris mendiang Thio John Herryanto Sutekno, menyebut bahwa aset perusahaan dijual secara diam-diam tanpa pemberitahuan resmi.
Kami melihat pola yang mirip skema mafia tanah. Bank menggunakan kekuatan hukumnya untuk melelang, tapi nilainya diatur sedemikian rupa agar aset berpindah tangan ke pihak tertentu,” tambah Yafeti.
Kronologi menunjukkan bahwa PT LCB merupakan debitur BNI sejak 2017 dengan riwayat kredit lancar. Namun sejak pandemi COVID-19, usaha mengalami penurunan,
dan penggugat telah mengajukan restrukturisasi kredit sesuai POJK 11/2020. Ironisnya, permohonan itu tidak pernah direspons, malah berujung penyitaan dan pelelangan paksa atas dua bidang tanah dan bangunan di Kompleks Pergudangan Suri Mulia, Asemrowo, sesuai buku tanah nomor 63 dan 64.
Gugatan ini menempatkan BNI Graha Pangeran Surabaya sebagai tergugat utama, sementara KJPP Latief Hanif & Rekan, KPKNL Surabaya, ATR/BPN Surabaya I, serta OJK Jawa Timur menjadi turut tergugat.
Keterlibatan banyak lembaga ini menunjukkan rantai sistemik yang rawan disusupi permainan. Ini bukan sekadar lelang biasa, tapi bisa jadi bagian dari praktik terorganisir yang menyerupai mafia tanah,” ujar Yafeti dengan nada serius.
Sementara pemenang lelang beda atau turut tergugat, membantah tudingan tersebut dan menyoroti adanya perbedaan data antara keterangan saksi dan dokumen gugatan.
“Dalam persidangan, saksi menyebut objek berada di Blok C3, padahal dalam gugatan tertulis di Blok C No. 33. Saksi juga menyebut pemenang lelang bernama Aldo, padahal yang benar adalah Wahyudi Prasetyo,” ujarnya .* Sbt