Surabaya,http://warnakotanews.com
Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak, Surabaya, mengambil langkah humanis dengan menerapkan Restorative Justice dalam kasus penggelapan yang melibatkan Nurul Hudah, seorang pengamen jalanan. Nurul didakwa melanggar Pasal 372 KUHP.

Kisah ini bermula pada Maret 2024, saat Aulia, yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi, meminta bantuan kepada Nurul Hudah. Nurul, yang bersimpati, dengan ikhlas meminjamkan uang sebesar Rp1 juta kepada Aulia tanpa meminta jaminan. Namun, Aulia atas inisiatif sendiri menyerahkan sepeda motor Honda Supra X 125 nopol L 5189 GN sebagai jaminan.

Beberapa bulan kemudian, tepatnya pada Agustus 2024, Nurul terdesak untuk membayar biaya sekolah anaknya. Ia berusaha menghubungi Aulia untuk meminta pelunasan utang, namun Aulia sedang berada di Jakarta. Karena tidak ada pilihan lain, Nurul terpaksa menggadaikan motor tersebut kepada Sugik alias Gondrong, yang kini berstatus buron.

Saat Aulia kembali dari Jakarta, ia berniat melunasi utangnya dan mengambil kembali motornya. Namun, Nurul Hudah tidak dapat mengembalikan motor karena telah digadaikan. Upaya menghubungi Sugik untuk menebus motor juga gagal. Merasa dirugikan, Aulia melaporkan Nurul Hudah atas dugaan penggelapan.

Kejari Tanjung Perak, melalui mekanisme Restorative Justice, melihat bahwa kasus ini memiliki potensi untuk diselesaikan secara damai. Yusuf, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Tanjung Perak, menyatakan, “Restorative Justice merupakan pendekatan yang menekankan penyelesaian masalah dengan melibatkan semua pihak, termasuk korban dan pelaku. Tujuannya adalah untuk menemukan solusi yang adil dan berorientasi pada perbaikan, bukan hanya hukuman semata. Kami percaya bahwa setiap individu, termasuk pelaku, memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan dan berkontribusi positif kepada masyarakat.”

Proses ini diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih adil dan mempertimbangkan kondisi kedua belah pihak. Semoga penerapan Restorative Justice dalam kasus ini dapat menjadi contoh bagi penegakan hukum yang lebih humanis dan restorative di masa depan. * Red

Kiriman serupa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *